Latest Post

Ducati Panigale 1199 S Edisi Ayrton Senna

Written By Unknown on Jumat, 17 April 2015 | 04.54

Kompas.com Otomotif






Nadia Mulya Tanamkan Rasa Percaya Diri Kepada Anak

Written By Unknown on Kamis, 16 April 2015 | 09.31


INILAHCOM, Jakarta - Aktris Nadia Mulya menanamkan rasa percaya diri kepada anaknya sejak dini.

Memiliki kepercayaan diri sangat penting. Terlebih, ketika memiliki buah hati wanita, Nadia semakin sadar bahwa kecantikan adalah dimulai dari pikiran, tubuh dan jiwa.

"Jadi memang ini bukan harus diajarkan banyak orang. Aku buat pelajaran sehari-hari. Waktu kecil aku saat SD itu aku gemuk. Itu waktu dulu. Itu seperti beauty is on main. Mungkin pas anakku sekolah dia gemuk dan pipinya cubi. Aku malah membiarkan mereka. Enggak harus ngurusin badan atau gimana," ujar Nadia saat ditemui di acara Dove Choose Beautiful di Jakarta Pusat, Kamis (16/04).

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa tugas seorang ibu adalah membimbing buah hatinya untuk menjalankan hidup sehat. Oleh karena itu, kecantikan bukan segalanya namun kesehatan harus yang utama.

"Kalau ingin langsing dia harus sehat dan makanan harus terjaga. Itu semuanya tugas seorang ibu. Karena tugas ibu adalah merawat," tambahnya.


Ducati Panigale 1199 S Edisi Ayrton Senna

Kompas.com Otomotif






Mengapa Pria dan Wanita Berbeda? Otak Penyebabnya

Written By Unknown on Rabu, 15 April 2015 | 09.31




Hightlight News





Oleh : Ratu Rima Novia Rahma | Rabu, 15 April 2015 | 16:19 WIB








Mengapa Pria dan Wanita Berbeda? Otak Penyebabnya


(Foto: narcissismfree)






INILAHCOM, Jakarta -- Bukan rahasia lagi pria dan wanita bagaikan dua kutub yang berbeda. Salah satunya adalah sisi psikologis dan cara berpikir.

Sebuah studi yang didasarkan pada penelitian neuro-sains mengungkapkan perbedaan utama antara otak laki-laki dan perempuan. Berikut adalah beberapa fakta menarik tentang perbedaan-perbedaan tersebut dari Health Me Up.





















Berita gaya hidup Lainnya







Perppu Kegentingan MK



Oleh Mohammad Fajrul Falaakh

DALAM studi perbandingan konstitusionalisme, khususnya jurisprudence of constitutional review, kehadiran Mahkamah Konstitusi pada tahap awal memang selalu mengundang kontroversi.


Di kawasan Asia Pasifik, MK Korea Selatan merupakan salah satu contoh yang mengemuka. Akan tetapi, tragedi (mantan) Ketua MK Akil Mochtar tertangkap tangan menerima suap di rumah dinas serta diduga mengonsumsi narkotika dan bahan adiktif di kantor menempatkan Indonesia pada peringkat aneh.


Sebagai barang impor, transplantasi MK di Indonesia tak disemaikan secara baik. Dua di antara bahan racikan penting yang hendak dibenahi adalah perekrutan dan pengawasan hakim konstitusi. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) akan digunakan mengatur MK dalam kegentingan.


Desain perbaikan itu belum jelas. Namun, sistem perekrutan hakim MK memang menjauh dari standar internasional, demikian pula sistem pengawasannya, tanpa peran preventif-eksternal lembaga konstitusi. Aspek pertama sudah saya sampaikan dalam makalah kepada lembaga kepresidenan melalui Dewan Pertimbangan Presiden (2008). Sikap MK terhadap aspek kedua pun sudah saya kritisi (Kompas, 11/7 dan 4/9/2006).


Perekrutan

Standar internasional perekrutan hakim, misalnya Basic Principles on the Independence of the Judiciary (Resolusi PBB 1985 Nomor 40/32 dan Nomor 40/146) dan Beijing Statement of Principles of the Independence of the Judiciary in the Law Asia Region (1997), menuntut perekrutan hakim sebagai berikut.


Pertama, calon hakim memiliki integritas dan kemampuan dengan kualifikasi dan pelatihan yang layak.

Kedua, sumber perekrutan bervariasi, yaitu hakim karier, pengacara, dan akademisi, tetapi sebaiknya lebih banyak dari karier.

Ketiga, tidak ada satu cara tunggal untuk merekrut hakim. Namun, perekrutan itu harus menjamin kebebasan motivasi yang tidak tepat: tidak ada diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik atau lainnya, asal-usul sosial, kekayaan, dan kelahiran atau status.


Keempat, jika proses perekrutan melibatkan eksekutif dan atau legislatif, politisasi harus dikurangi. Seleksi oleh suatu komisi yudisial merupakan metode yang dapat diterima, dengan catatan hakim dan pengacara terlibat secara langsung atau tak langsung dalam prosesnya.


Berbeda dari perekrutan hakim agung yang melibatkan Komisi Yudisial, perekrutan sembilan hakim MK ditentukan lebih umum melalui model split and quota dengan memberi jatah Presiden, DPR, dan MA ”memajukan” tiga hakim.

Tiga lembaga berkuasa menentukan hakim konstitusi. UU MK 2003/2011 hanya menentukan prinsip bahwa pencalonan dilakukan secara transparan dan partisipatif, sedangkan pemilihan dilakukan secara akuntabel tetapi pengaturannya diserahkan kepada masing-masing lembaga.


Sejak awal DPR melakukan perekrutan secara terbuka. Berarti kewenangan memajukan hakim konstitusi bukanlah prerogatif DPR, MA, ataupun presiden. Syarat transparansi dan akuntabilitas perekrutan juga menegaskan bahwa pengajuan hakim konstitusi oleh ketiga lembaga itu bukanlah prerogatif. Jadi, prinsip dasar untuk mengurangi politisasi perekrutan yudikatif diharapkan dapat dihindari meski pihak legislatif dan eksekutif terlibat dalam proses tersebut.


Namun, MA tak pernah transparan, presiden mengumumkan pencalonan tanpa transparansi hasil seleksinya pada tahun 2008 dan tanpa transparansi lagi pada perekrutan tahun 2010 dan 2013, sedangkan keterbukaan perekrutan oleh DPR hanya untuk melegitimasi penjatahan hakim konstitusi bagi sejumlah anggota Komisi III (2003, 2008, 2009, 2013). Hasil akhirnya adalah dominasi ”koalisi pendukung presiden” di tubuh MK.


Perekrutan yudikatif mengalami politisasi dalam bentuk kooptasi yudikatif oleh koalisi dan distribusi kepentingan sesuai konfigurasi politik di Komisi III DPR. Pada zaman Presiden Soeharto digunakan konsep negara integralistik untuk mendudukkan hakim agung melalui clearance dari kepala negara. Kini digunakan formula ”koalisi pemerintahan presidensial”. Dapat dipahami bahwa gagasan negara hukum (dalam arti konstitusionalisme, bukan rechtsstaat atau rule of law) selalu tertatih-tatih.


Revisi UU

Tanpa amandemen konstitusi, revisi UU KY dan UU MK dapat mengatur perekrutan hakim konstitusi dengan memerankan KY sebagai panitia seleksi. Presiden, DPR, dan MA sudah terbiasa dengan seleksi hakim agung oleh KY. Ketiganya dapat memilih calon-calon yang lolos seleksi KY. Cara ini menguatkan peran KY, menghindari penunjukan anggota partai di DPR, oleh presiden ataupun oleh atasan (MA), dan menyumbang independensi MK.


Sejak dini, MK menolak pengawasan eksternal oleh lembaga konstitusi sekalipun. Putusan MK Nomor 005/PU-IV/2006 memberangus kewenangan KY untuk mengawasi hakim konstitusi. MK menyatakan bahwa hakim konstitusi berbeda dari hakim selain di Indonesia karena hakim konstitusi bukan profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya. Padahal, hakim adalah jabatan kenegaraan dan hakim MA juga berasal dari kalangan nonkarier.


MK mengulang sikapnya dengan membatalkan keanggotaan unsur KY dalam majelis kehormatan MK berdasarkan UU Nomor 8/2011 (Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011). Atas nama konstitusi, MK menerapkan pengawasan eksternal pada hakim agung, tidak pada dirinya.


Tautologi MK itu irasional dan inkonstitusional. Akibatnya, hakim MK ”harus tertangkap tangan dulu” agar fungsi pengawasan represif-internal oleh majelis kehormatan bekerja. Fungsi preventif-eksternal, bahkan sekadar internal, tidak ada sama sekali.


Sebaiknya KY juga diperankan secara preventif, bukan hanya represif, dalam pengawasan hakim konstitusi. Setelah usia pensiun hakim konstitusi dinaikkan 70 tahun, melebihi jabatan kenegaraan mana pun, malah model pemakzulan presiden juga layak diterapkan atas MK.


Kalau MK dibubarkan, masih ada beragam institutional design lain untuk melakukan constitutional review.


Mohammad Fajrul Falaakh, Dosen Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta




Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:




Cak Imam Hadiahi Menpora Suriname Batu Akik


INILAHCOM, Jakarta - Menpora RI, Imam Nahrawi (Cak Imam) sangat gembira menyambut kedatangan Menpora Suriname, Bambang Ismanto Adna dan rombongan di Kantor Kemenpora Jakarta, Selasa (14/4). Sebagai tanda persaudaraan, Cak Imam memberikan souvenir cincin batu akik warna hijau.

"Ini sedulur tuo (saudara tua). Saya sangat gembira Mas Bambang Ismanto menyempatkan diri berkunjung ke Indonesia," kata Cak Imam, sapaan akrab Imam Nahrawi saat menyambut kedatangan Ismanto Adna.

Menurut politisi PKB ini, usianya yang kini 41 tahun, berbeda sepuluh tahun dengan Ismanto (51 tahun). Jadi sangat tepat jika dia memanggil kakak atau mas kepada menteri dari Amerika Selatan tersebut. Kedatangan Ismanto Adna yang kelahiran Paramaribo, Suriname ini ke Indonesia dalam rangka kerjasama olahraga, budaya, kebudayaan, dan berbagai hal yang banyak memiliki kesamaan dengan Indonesia.

"Sebagai kenang-kenangan saya berikan cicin batu akik saya kepada anda agar silaturahmi kita terus terjalin dan terjaga dengan baik," kata Cak Imam. "Batu-batu perhiasan Indonesia sudah terkenal di mancanegara, di dalam negeri juga sedang booming," tambahnya. [*]


Sebulan, Polresta Bogor Ciduk 53 Tersangka Narkoba



INILAHCOM, Bogor - Dalam sebulan terakhir Satuan Narkoba Polresta Bogor mendapati 47 kasus tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis sabu-sabu, ganja dan psikotropika. Dari 47 kasus tersebut polisi berhasil meringkus 53 tersangka.

Kapolresta Bogor AKBP Irsan mengatakan, para tersangka ditangkap di sejumlah tempat berbeda. Sebanyak enam tempat kejadian perkara (TKP) di Bogor, serta masing-masing satu di Jakarta Selatan dan Jakarta pusat.

"Tersangka ada yang pengedar dan ada yang pemakai. Selain itu ada juga yang menjadi perantara," ungkap Irsan di Polresta Bogor, Jalan Kapten Muslihat Kota Bogor, Rabu (15/4/2015).

Irsan menambahkan, barang bukti yang berhasil diamankan berupa 82,67 gram sabu-sabu, 850 gram ganja, dan 120 butir psikotropika.

"Psikotropika yang diamankan dari jenis Aprazolam dengan tiga orang tersangka. Sementara itu 50 orang lainnya tersangka tindak pidana narkotika," tambahnya.

Irsan melanjutkan, ditemukan juga alat bantu curanmor dari dua tersangka Rudiana alias OB dan Hasrial alias Buyung. Selain itu didapati juga senjata api dan senjata tajam dari penangkapan kedua tersangka tersebut.

"Penangkapan 53 tersangka ini dilakukan selama sekitar tiga minggu. Mereka jaringan Bogor dan ada juga yang Jakarta. Untuk senjata api dan senjata tajam didapati saat penggeledahan rumah tersangka," tuturnya.

Dia menjelaskan, para tersangka dikenakan pasal 114 ayat 1 dan pasal 112 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Serta pasal 62 ayat 1 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika. "Ancaman pidana paling singkat empat tahun penjara," tegasnya.

Melihat banyaknya kasus narkoba di Kota Bogor, Kasat Narkoba Kota Bogor, AKP Maulana Mukarom menegaskan, pihaknya akan mengagendakan penyuluhan mengenai bahaya narkoba. Target sasarannya adalah mahasiswa dan pelajar.

"Sementara ini ada Babinkamtibmas yang sudah masuk untuk penyuluhan di kampus. Ke depan kami akan giat pencegahan dan pemahaman bagi masyarakat tentang bahaya narkoba," ujar Maulana. [hus]


Ducati Panigale 1199 S Edisi Ayrton Senna

Kompas.com Otomotif






 
Support : Creating Website
Copyright © 2012. Seo Ranger - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Komputerbutut
Proudly powered by Blogger